Rabu, 04 Februari 2015

Pembelajaran Tematik Berwawasan Maritim....


PEMBELAJARAN TEMATIK BERWAWASAN MARITIM UPAYA MEWUJUDKAN INDONESIA SEBAGAI POROS MARITIM DUNIA *)

*) Karya Juara Hrp 1 : Lomba LKT Darma Samudera 2015 Tingkat Nasional

 

BAB I

PENDAHULUAN


A.   Latar Belakang
Seiring dengan arah kebijakan pembangunan Indonesia saat ini, dimana kelautan menjadi faktor yang sangat penting dalam mendukung pembangunan khususnya dari sektor ekonomi, maka kini sudah saatnya bagi bangsa Indonesia untuk merubah paradigmanya dari “Land Based Socio-Economic” menjadi “Marine Based Socio-Economic”.
Indonesia masih berorientasi pada daratan, seharusnya dengan visi kemaritimannya, Indonesia diharapkan mampu berperan penting bagi maritim dunia. Indonesia sudah sesuai geopolitik, geostrategis, dan geografinya sebagai negara kepulauan untuk menjadi poros maritim dunia. Negara ini memiliki empat titik strategis yang dilalui 40% kapal-kapal perdagangan dunia yaitu Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok, dan Selat Makassar yang bisa memberikan peluang besar untuk memfasilitasi Indonesia menjadi pusat industri perdagangan serta pelayaran maritim dunia.
Potensi Indonesia yang besar tersebut, mulai dari sumber daya alam hingga letaknya yang strategis disebut Son Diamar sebagai Negeri Maha Kaya. "Tetapi, penduduk miskin Indonesia masih belum berkurang. Tentu ada kesalahan. Ekonomi Indonesia masih terjajah. Berbagai sektor masih sebagan besar dikuasai oleh asing. Seperti sektor perkebunan, hasil laut, pertambangan, bank swasta, pelayaran, penerbangan, dan telekomunikasi.
Untuk meningkatkan pemahaman tentang wawasan kemaritiman bangsa Indonesia khususnya bagi para generasi penerus bangsa diperlukan adanya kesamaan persepsi tentang konstelasi geografi negara Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan atau pemahaman tentang archipelagic oriented. Sudah saatnya bangsa Indonesia memandang laut sebagai sarana dan wahana untuk mewujudkan satu kesatuan wilayah negara dalam arti politik, hukum, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan serta merupakan salah satu medan juang dalam upaya pembangunan nasional guna mewujudkan kesejahteraan bangsa Indonesia (Marsetio, 2014).
Disamping itu hadirnya pemimpin baru yang memiliki wawasan maritim dan bertekad menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia adalah sebuah modal peluang sekaligus tantangan untuk dapat mengembalikan kejayaan maritim bangsa ini. Karenanya, tugas berat ini harus didukung bersama-sama, dimana dengan keterlibatan aktif semua pihak, diharapkan bangsa ini akan kembali menjadi bangsa maritim yang besar, kuat, makmur dan sejahtera serta disegani oleh negara-negara lain di dunia. Bangsa yang akan menjadi kiblat kesuksesan maritim, seperti yang dicanangkan oleh Presiden RI saat ini, yakni menjadi poros maritim dunia, harap Kasal, Laksamana TNI Dr. Marsetio (Marsetio, 2/11/2014).
Untuk dapat menjadi masyarakat “agro-bahari” sejati yang maju dan kuat, SDM Indonesia tentu harus menguasai dan memanfaatkan laut dan kekayaannya secara cerdas dan bijaksana untuk tidak mengulang kekekliruan matra darat yang nyaris “dihabisi”. Demikian juga eksplorasi dan eksploitasi sumber daya laut sebagian besar masih dikuasai oleh tenaga ahli asing. Oleh karena itu, penelitian, pendidikan, dan pengembangan kelautan perlu menjadi kesadaran kita bersama. Demikian juga pendidikan kemaritiman perlu dikembangkan melalui jalur pendidikan formal, informal, maupun nonformal.
Kembali lagi, bahwa pembinaan SDM merupakan kunci guna mempertahankan eksistensi dan meningkatkan kinerja, dilaksanakan melalui serangkaian program pendidikan dan pelatihan. Implementasi program edukasi dan pelatihan yang berkesinambungan diharapkan dapat memantapkan upaya-upaya pembentukan modal manusia atau SDM yang unggul dan bermanfaat. Menyadari pentingnya melestarikan dan menggelorakan jiwa dan semangat bahari, termasuk di dalamnya pemahaman terhadap potensi kelautan Indonesia, pemanfaatan, dan pelestariannya, perlu dirancang program ‘rindu bahari’ dengan target kalangan generasi muda,  serta program kebaharian lainnya dengan target kalangan masyarakat luas.
Oleh karena itu informasi publik tentang potensi maritim NKRI yang besar perlu digalakkan, baik melalui seminar, lomba, festifal, talk-swow di media, dan utamanya melalui jalur pendidikan.  Mengingat jalur pendidikan merupakan jalur yang paling efektif dan efisien dalam menciptakan generasi muda yang handal dan dapat meneruskan cita-cita yang luhur ini.
Pengertian, tanggung jawab, dan penerapan gerakan maritimisasi dapat dilakukan melalui jalur pendidikan. Baik pendidikan formal, non formal maupun informal, mulai dari pendidikan TK, SD, SMP, SMA, sampai perguruan tinggi. Akhirnya akan menjadi norma dan budaya bangsa dalam ikut serta menerapkan gerakan tersebut.
Untuk mengetahui sejauh mana upaya pentingnya gerakan maritimisasi dan mengoptimalkan potensi bahari NKRI pada sekolah dasar (elementary school)  melalui pembelajaran tematik maka dilakukan penelitian ini.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, masalah-masalah pokok di dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1.    Bagaimana upaya elementary school  dalam mendidik generasi muda berwawasan maritim?
2.    Bagaimana upaya elementary school  dalam mengoptimalkan potensi bahari NKRI?
3.    Apakah pembelajaran tematik berwawasan maritim  dapat mengoptimalkan potensi bahari NKRI?

C. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1.    Untuk memperoleh informasi potensi dan kedala bahari NKRI.
2.    Untuk mengetahui upaya optimalisasi potensi bahari NKRI.
3.    Untuk mengetahui upaya elementary school  dalam mendidik generasi muda berwawasan maritim.
4.    Untuk mengetahui pembelajaran tematik berwawasan maritim dapat mengoptimalkan potensi bahari NKRI

D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Peneliti
a.    Sebagai ajang penuangan ide atau pemikiran.
b.    Sebagai ajang pemecahan terhadap masalah yang diteliti.
c.    Sebagai wujud kepedulian terhadap gerakan maritimisasi.

2. Bagi Lembaga Pendidikan
a.    Sebagai informasi tentang pentingnya penyadaran gerakan maritimisasi lewat  pendidikan dasar.
b.    Sebagai sumbangan pemikiran terhadap optimalisasi potensi bahari pada siswa sekolah dasar.





























BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.  Potensi dan Kendala Bahari NKRI
Gambaran besarnya poteni bahari NKRI dapat dilihat dari luas wilayahnya yang membentang dari Sabang sampai Merauke. Secara kewilayahan Indonesia memiliki luas wilayah yurisidiksi nasional ± 7,8 juta km² dengan dua pertiga wilayahnya adalah laut seluas ± 5,9 juta km², yang mencakup Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) seluas ± 2,7 juta km² dan Laut Wilayah, Perairan Kepulauan serta Perairan Pedalaman seluas ± 3,2 juta km². Selain itu memiliki panjang garis pantai ± 81.000 km, serta memiliki 17.499 pulau yang terdiri atas 5.698 pulau bernama dan 11.801 pulau tidak/belum bernama. Status Indonesia sebagai negara kepulauan diperoleh melalui perjuangan diplomasi yang panjang dan status ini telah diakui dunia sejak Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai Hukum Laut Internasional atau the United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 (UNCLOS 1982). Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut dengan menerbitkan Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 1985 (Marsetio, 2014).
LUAS lautan dibandingkan luas daratan di dunia mencapai kurang lebih 70 berbanding 30, sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi negara-negara di dunia yang memiliki kepentingan laut untuk memajukan maritimnya. Seiring perkembangan lingkungan strategis, peran laut menjadi signifikan serta dominan dalam mengantar  kemajuan suatu negara.
Data Food and Agriculture Organization di 2012, Indonesia pada saat ini menempati peringkat ketiga terbesar dunia dalam produksi perikanan di bawah China dan India. Selain itu, perairan Indonesia menyimpan 70 persen potensi minyak karena terdapat kurang lebih 40 cekungan minyak yang berada di perairan Indonesia. Dari angka ini hanya sekitar 10 persen yang saat ini telah dieksplor dan dimanfaatkan.
Potensi lestari sumber daya ikan laut sekitar 6,4 juta ton/tahun atau 7,5 persen dari total potensi lestari ikan laut dunia, yang terdiri dari 4,5 juta ton dari perairan nusantara dan 2,1 juta ton dari perairan ZEE, saat ini tingkat pemanfaatannya baru 4,4 juta ton. Masih ada peluang mengembangkan usaha perikanan tangkap di daerah-daerah seperti pantai barat Sumatra, pantai selatan Jawa, Bali, NTB, dan NTT sampai ke ZEEI (Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia) di Samudra Hindia; Teluk Tomini; Laut Sulawesi; Laut Banda; dan ZEEI di Samudra Pasifik. Potensi produksi SDI usaha perikanan budidaya jauh lebih besar ketimbang perikanan tangkap, sekitar 58 juta ton per tahun, dan baru diproduksi sebesar 1,6 juta ton (0,3 persen).
Fakta ini menunjukkan bahwa masih sangat besar potensi ikan yang belum tergarap, bahkan akhirnya sering dicuri oleh nelayan tetangga. Pemanfaatan budidaya perikanan pantai Indonesia pun baru memanfaatkan sekitar 38% dari potensi yang ada. Padahal, Indonesia memiliki perairan pantai yang dapat digunakan untuk budidaya laut (perikanan) seluas 18.700 ribu hektar dengan perkiraan hasil produksinya sebanyak 5 juta ton/tahun. 
Tentu saja potensi laut bukan hanya berupa ikan konsumsi dengan segala jenisnya, seperti yang telah dijelaskan di awal, tetapi masih banyak peluang ekonomi lain yang dapat dieksploitasi dari ikan hias, wisata bahari, rumput laut, termasuk mutiara yang dapat dikembangkan pada wilayah laut tertentu. Khusus untuk rumput laut misalnya, untuk jenis E. Cottoni kebutuhan dunia mencapai 50.000 ton/tahun, tetapi baru dipenuhi sekitar 42.000 ton dengan komposisi eksport dari Indonesia hanya 6.000 ton. Sedangkan untuk jenis Gracillaria dunia membutuhkan 9.000 ton, sedangkan Indonesia baru andil 1.500 ton. Bahkan mengejutkan ketika melihat realita bahwa Filipina ternyata menguasai pasaran dunia rumput laut, sedangkan Indonesia yang memiliki laut yang lebih luas ternyata hanya berada di urutan kedua.
Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia belum merasakan peran signifikan dari potensi maritim yang dimiliki yang ditandai dengan belum dikelolanya potensi maritim Indonesia secara maksimal. Dengan beragamnya potensi maritim Indonesia, antara lain industri bioteknologi kelautan, perairan dalam (deep ocean water), wisata bahari, energi kelautan, mineral laut, pelayaran, pertahanan, serta industri maritim, sebenarnya dapat memberikan kontribusi besar bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia.
Kendala utama di sektor kelautan dan perikanan adalah kemiskinan nelayan sebagai pelaku utamanya-65 persen nelayan hidup miskin-begitu pula pembudidaya perikanan tradisional. Terjadi overfishing (tangkap lebih) di beberapa wilayah, kerusakan lingkungan, illegal fishing (penangkapan ikan secara ilegal) terutama oleh kapal asing yang menyebabkan kerugian negara 4 miliar dollar AS per tahun serta kurangnya penanganan dan pengolahan hasil perikanan.
Belum lagi tantangan global yang kini harus dihadapi seiring liberalisasi perdagangan dunia, ketatnya persaingan produk perikanan di masa datang yang menuntut ketersediaan produk secara teratur dan sinambung, kualitas yang baik dan seragam, serta tersedia secara massal, dan memenuhi standar kelestarian lingkungan. Ini sebuah kerja besar. Bukan mustahil untuk diwujudkan, sepanjang ada kesungguhan dan tidak berhenti hanya pada jargon (Elly Rosita).
Eksploitasi sumber daya laut di kawasan perbatasan merupakan permasalahan klasik dan akan terus terjadi. Hal ini akan bertambah buruk dan dapat menjadi konflik bila tidak ditangani dengan serius oleh Pemerintah, utamanya tentu yang terjadi di kawasan perbatasan.
Pulau terluar bisa hilang secara sosiologis. Hal ini biasanya diawali oleh praktek ekonomi masyarakat di pulau tersebut, yang diikuti dengan interaksi sosial (perkawinan) dari generasi ke generasi, sehingga terjadilah perubahan struktur ekonomi maupun struktur populasi penduduk di pulau tersebut. Pulau Marore dan Pulau Miangas di kepulauan Sangir Talaud merupakan lepasnya pulau ini karena faktor di atas (Marsetio, 2014).

B. Upaya Optimalisasi Potensi Bahari NKRI
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa salah satu keunggulan yang dimiliki Indonesia adalah kelautan. Sangatlah penting bagi kita untuk mengutamakan kebijakan yang berbasis kelautan. Salah satu tawaran saya adalah mentradisikan hobi makan ikan laut, lengkap dengan berbagai pengembangan diversifikasi pengolahan ikan laut, persis dengan yang dikembangkan oleh masyarakat Jepang. Eksploitasi hasil laut (ikan, rumput laut, serta berbagai kekayaan lain di dalamnya) dimanfaatkan terutama untuk memenuhi gizi di dalam negeri. Target produksi berlebih baru diproyeksikan bagi komoditi eksport. Kebijakan konsumsi produk kelautan ini dimaksudkan sebagai proses diversifikasi pangan tak hanya beras, tetapi juga untuk meningkatkan gizi masyarakat dan memanfaatkannya secara optimal (Jerryindrawan, ..)
Dalam UUD 1945 pasal 33 ayat (3) disebutkan, bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat. Meskipun begitu tidak dapat dipungkiri juga bahwa kekayaan alam khususnya laut di Indonesia masih banyak yang dikuasai oleh pihak asing, dan tidak sedikit yang sifatnya ilegal dan mementingkan kepentingan sendiri.
Dalam hal ini, peran Pemerintah (government will) dibutuhkan untuk bisa menjaga dan mempertahankan serta mengolah kekayaan dan potensi maritim di Indonesia. Untuk mengolah sumber daya alam laut ini, diperlukan perbaikan infrastruktur, peningkatan SDM, modernisasi teknologi dan pendanaan yang berkesinambungan dalam APBN negara agar bisa memberi keuntungan ekonomi bagi negara dan juga bagi masyarakat. Sebagaimana halnya teori lain yang dikemukakan oleh Alfred Thayer Mahan mengenai persyaratan yang harus dipenuhi untuk membangun kekuatan maritim, yaitu posisi dan kondisi geografi, luas wilayah, jumlah dan karakter penduduk, serta yang paling penting adalah karakter pemerintahannya.
Selain perbaikan dan perhatian khusus yang diberikan dalam bidang teknologi untuk mengelola sumber daya alam di laut Indonesia, diperlukan juga sebuah pengembangan pelabuhan dan transportasi laut untuk mendorong kegiatan maritim Indonesia menjadi lebih modern dan mudah digunakan oleh masyarakat. Diharapkan juga peran swasta untuk mendukung jalannya pemberdayaan laut ini, supaya program-program ini tidak hanya bergantung pada dana APBN saja.
Dari sisi pertahanan, penguasaan laut berarti mampu menjamin penggunaan laut untuk kepentingan nasional dan mencegah lawan menggunakan potensi laut yang kita miliki. Pemerintah perlu segera menyelesaikan percepatan batas wilayah laut agar dapat memberikan memberikan kepastian atas batas wilayah negara dan dapat mempererat hubungan bilateral antara negara yang berbatasan, serta mendorong kerja sama kedua negara yang berbatasan di berbagai bidang termasuk dalam pengelolaan kawasan perbatasan, misal  terkait pelayaran, kelautan dan perikanan.
Berbagai upaya lainnya perlu dilaksanakan untuk menuju Indonesia sebagai poros maritim dunia, antara lain penyempurnaan RUU Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung, penyelarasan sistem pendidikan dan pelatihan kemaritiman, penguasaan kapasitas industri pertahanan khususnya industri maritim, modernisasi armada perikanan, penguatan armada pelayaran rakyat dan pelayaran nasional, pemantapan pengelolaan pemanfaatan laut melalui penataan ruang wilayah laut, peningkatan litbang kemaritiman, dan diversifikasi sumber energi terbarukan di laut.
Hasil laut baik berupa ikan, rumput laut, mutiara, barang tambang, dan lain-lain. Belum banyak yang tergali dan dioptimalkan oleh bangsa Indonesia.Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk mendorong pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut secara berkelanjutan, namun hingga saat ini belum mendatangkan hasil sesuai yang diharapkan.
Bahkan saat ini, malah muncul kecenderungan meningkatnya aktivitas pemanfaatan yang mengancam kelestarian sumberdaya pesisir dan laut. Ekowisata pesisir dan laut merupakan bentuk pemanfaatan yang diyakini dapat membantu mengatasi masalah tersebut. Diduga kuat bahwa pengembangan ekowisata pesisir dan laut yang dilakukan selama ini belum berhasil dengan baik karena belum dipertimbangkan atau diintegrasikannya berbagai komponen pengelolaan yang terkait dengan kegiatan ekowisata. Komponen yang sering terabaikan atau luput dalam pengembangan ekowisata pesisir dan laut, antara lain, adalah kondisi ekosistem pesisir dan laut, sosial ekonomi masyarakat, kelembagaan masyarakat, dan sarana wilayah.
Menjadi poros maritim dunia, itulah impian Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Namun, untuk memiliki kekuatan kemaritiman, Indonesia perlu menghadapi tantangan-tantangan. Berbagai potensi dan persoalan telah berada di depan mata untuk mewujudkannya. Untuk merumuskan pendapat akademik dalam persoalan kemaritiman tersebut.
Forum Guru Besar (FGB) ITB mengadakan diskusi kelompok terarah yang diadakan pada Jumat (31/10/14) di Gedung Balai Pertemuan Ilmiah ITB mengundang Dr. Ir. Son Diamar (Anggota Dewan Kelautan Indonesia).Ada lima pilar pembangunan maritim untuk dikembangkan. Pertama, membangun SDM, budaya, dan iptek kelautan unggulan dunia. Kedua, mengembangkan ekonomi perikanan, pariwisata, ESDM, pelayaran, dan konstruksi kelautan. Ketiga, mengelola wilayah laut, menata ruang terintegrasi darat, dan laut serta mengembangkan kota-kota 'bandar dunia' menggunakan prinsip berkelanjutan. Keempat, pembangunan sistem pertahanan dan keamanan berbasis geografi negara kepulauan. Kemudian yang terakhir, kelima adalah mengembangkan sistem hukum kelautan.
Kelima pilar di atas, khususnya pilar pertama dan kedua,  sejalan dengan pendapaat Kasal. Melihat dari kondisi kemampuan bangsa Indonesia sebagai negara berkembang, pencapaian terwujudnya kekuatan ideal belum memungkinkan dalam waktu dekat, solusinya adalah mewujudkan Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta (Hankamrata) di laut. Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara membangun “gerakan maritimisasi” Ipoleksosbud yang berorientasi dan berbasis laut. Ini adalah bahasa sederhana dari sebuah gerakan mendayagunakan potensi laut secara menyeluruh dalam segala aspek kehidupan.
Hal ini penting untuk ditindaklanjuti dan dipertimbangkan lebih jauh. Patut diingat bahwa bangsa-bangsa besar dalam sejarah adalah bangsa yang menguasai samudera seperti Inggris, Belanda dan Portugal, yang datang menguasai Timur Jauh, semuanya melalui laut. Dalam sejarah kita, Majapahit, sebuah kerajaan Nusantara pernah menguasai Samudera Hindia hingga ke Madagaskar. (Berita Dinas Penerangan AL, 2/11’14)

1 komentar: